Aqidah dan kepercayaan Jama’ah Thariqat Tijaniyah adalah aqidah ahlu sunah
wal jama’ah yang mengikuti metode ulama yang shalih, seperti Imam Asy’ari,
Maturidi, Al-Baqilani, Al-Juwaini, Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, Imam
Ahmad, An-Nawawi, Ar-Rafi’i, Al-Ghazali dan
lainnya. Bahwa Alloh SWT mempunyai sifat-sifat kesempurnaan dan berbeda dengan
makhluk.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani sendiri sangat memperhatikan ilmu ushul
dan furu’ sejak kecil. Beliau hafal Alqur’an pada umur 7 tahun dengan riwayat
Imam Nafi’ di depan gurunya, yaitu: Syeikh Abu Abdillah Sayid Muhammad bin
Hamawi. Beliau pun telah menamatkan kitab Mukhtashar Syeikh Khalil dan Ar-Risalah Imam Ibnu Rusyd sertaMuqaddimah Imam Al-Akhdhari di hadapan gurunya, Sayyid
Al-Mabruk bin Bu ‘Afiyah Al-Madhawi.
Beliau menyatakan bahwa aqidah ketuhanannya adalah Tauhid Para Arifin.
Beliau menerangkan ini pada saat mengomentari hadits perpecahan Umat Nabi SAW
bersabda:
“Umat Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan. Umat Nasrani telah
terpecah menjadi 72 golongan. Dan Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.
Semua berada di neraka kecuali satu golongan.” Para sahabat bertanya: “Golongan
apa itu?” Nabi menjawab: “Golongan yang aku dan sahabatku berada di dalamnya.”
Syeikh Ahmad At-Tijani berkata: “Sesungguhnya orang yang menuliskan hadits
Nabi SAW ingin menuliskan dalam kitabnya, bahwa golongan itu adalah golongan
yang mengikuti tauhid para arifin. Ini adalah jelas dan terang.”
Ulama Thariqat Tijaniyah yang membahas tentang perpecahan aliran dan khilaf
yang muncul dalam aqidah adalah Hujjatul
Arifin Sayid Ibrahim bin Abdillah bin Muhammad At-Tijani dalam kitabnya Kasyiful
Ilbas ‘An Faidhati Al-Khatmi Abi Al-‘Abbas. Beliau menerangkan bahwa golongan yang
selamat itu adalah ahlu sunah yang terang.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani telah menolak aqidah tauhid hulul (bersemayamnya Pencipta dalam makhluk) ketika menerangkan makna tauhid khusus atau
tauhid arifin yang dinyatakan oleh Imam Ja’far As-Shadiq.
“Siapa yang mengetahui (makna dan arti) perincian (fashl), penyatuan(washl),
gerakan (harakat) dan ketenangan (sukun), maka dia telah sampai pada kemantapan
dalam tauhid.”
Ini adalah tauhid arifin. Seakan-akan al-Haq berkata kepada mereka: “Wahai
hamba-hamba-Ku, dalam apa kalian mentauhidkan-Ku, dengan apa kalian mentauhidkan-Ku,
tauhid apa yang Ku-tuntut dari kalian. Jika kalian mentauhidkan-Ku dalam
beberapa bentuk (madzhar), maka kalian telah berkata dengan hulul. Dan orang
yang berkata hulul bukanlah orang yang bertauhid (muwahid). Karena ia
menetapkan dua perkara, yaitu keadaan dan tempat. Jika kalian mentauhidkan-Ku
dalam Dzat, bukan sifat dan perbuatan (af’al), maka kalian tidak
mentauhidkan-Ku. Sesungguhnya akal dan pikiran tidak akan sampai kepada Dzat.
Sedangkan beritanya dari sisi-Ku kemudian datang kepada kalian. Jika kalian
mentauhidkan-Ku dalam martabat Ilahiyah dan kandungannya, seperti beberapa
sifat perbuatan (fi’liyah) dan
beberapa sifat Dzat (dzatiyah) dan menyatakan bahwa adanya itu semua sebagai
hakikat keesaan (‘ain wahdah) yang berbeda-beda nisbat, sandaran, hukum,
ketetapan dan penerapannya serta semua hukum-hukum martabat Ilahiyah lainnya,
maka kalian tidak mentauhidkan-Ku. Apakah dengan akal-akal kalian atau
dengan-Ku. Bagaimana sesuatu itu menjadi ada ? Kalian tidak mentauhidkan-Ku.
Karena keesaan-Ku (wahdaniyati) tidak dengan sebab tauhidnya orang yang
bertauhid (muwahid), tidak dengan sebab akal-akal kalian. Sesungguhnya tauhid
kalian kepada-Ku adalah dengan sebab-Ku. Tauhid ini adalah keesaan-Ku
(tauhidi), bukan tauhid kalian, bukan dengan akal-akal kalian. Bagaimana Aku
dihukumi dengan perkara yang Aku ciptakan. Setelah pengakuan
kalian akan keesaan-KU, dengan cara apa itu terjadi, dalam sisi apa itu
terjadi. Maka tauhid apa yang Ku-tuntut dari kalian ? Jika perkara itu menuntut
wujudnya kalian, maka kalian berada di bawah hukum perkara yang muncul dari
tuntutan kalian. Maka kalian telah kaluar dari-Ku, lalu di manakah tauhid ?
Jika perkara itu menuntut perkara-Ku, maka perkara-Ku bukanlah Aku. Maka dengan
kekuasan-Ku wushul/sampainya kalian,
jika kalian memang melihatnya berasal dari-Ku, kemudian seseorang yang
melihatnya di antara kalian. Jika kalian tidak melihatnya dariku, maka di
manakah tauhid ? Wahai orang-orang yang bertauhid (muwahidun), bagaimana maqam
ini sah untuk kalian, sedangkan kalian hanya beberapa bentuk yang didlahirkan.
Dan Aku yang bersifat dlahir (Adl-Dlahir).”
Beliau kemudian berkata: “Tauhidnya Allah adalah tuhid-Nya kepada Dzat-Nya,
dengan Dzat-Nya dan dari Dzat-Nya.”
Beliau telah menerangkan tentang sifat-sifat dan nama-nama kesempurnaan
(kamaliyah) sebagai sesuatu yang wajib bagi Alloh dalam menetapkan uluhiyah-Nya
(ketuhanan). Jika sebagian sifat ini tidak ada, akan mengakibatkan tidak sahnya
uluhiyah. Dengan adanya sifat uluhiyah yang sempurna ini, semua makhluk menyembah
kepada Alloh dengan merendah dan mengakui kehinaan serta kekerdilan diri.
Kedudukan akidah beliau jelas sangat mantap dengan mantapnya pengetahuan
ketuhanan (makrifat), kokohnya dalam keyakinan, kesempurnaan tauhid dan
pengesaan kepada-Nya.
Semua ini menunjukkan bahwa Aqidah Jama’ah Thariqat Tijaniyah adalah aqidah
ahlu sunah wal jama’ah, tauhidnya adalah tauhid para arif billah.
Sebagian bukti bahwa akidah jama’ah Thariqat Tijaniyah adalah ahlu sunah
adalah adanya syarat imam shalat yang berhaluan ahlu sunah dan bukan ahli
bid’ah.
“Tetapi disyaratkan bagi imam yang diikuti dalam shalat adalah imam ahlu
sunah.”
Adapun aqidah-aqidah yang menyimpang dari ahlu sunah tidak terdapat dalam
Thariqat Tijaniyah, seperti kepercayaan wahdatul wujud(bersatunya Pencipta dan
makhluk) atau hulul (bersemayamnya Pencipta dalam makhluk). Bahkan paham-paham
ini telah disepakati oleh ulama Tharikat Tijaniyah sebagai paham yang
menyimpang dari ajaran Islam dalam musyawarah ulama Thariqat Tijaniyah di
Ciawi, Bogor, Jawa Barat, tanggal 18-19 Shofar 1422 H./12-13 Mei 2001 M.
Mizabur ar-Rahmah ar-Robbaniyah Fi Tarbiyyah Bit
at-Thoriqoh at-Tijaniyah, Syekh Sayid Ubaidah bin Muhamammad as-Shaghir bin
Anbujah as-Sinqithi, hal.: 6, Maktabah asy-Syu’biyah, Beirut, Lebanon.
Kasyiful Ilbas ‘An Faidhati al-Khatmi Abi al-‘Abbas,
Hujjatul Arifin Sayid Ibrohim bin Abdillah bin Muhammad at-Tijani, hal.: 120,
Syirkah Maktabah Musthofa al-Halabi, Kano, Nigeria.
Ibid.
Jawahirul Ma’ani, Sayid Ali Harozim bin Arobi bin Barodah
al-Maghribi, J. II, hal.: 95-96, Khodim at-Thorikoh at-Tijaniyah, Th.
1984/1405.
Ibid, j.:II, hal.: 133-134.
Ibid, j.: I, hal.: 51.
Al-Fathu Ar-Robbani Fima Yahtaju Ilahi Al-Murid
At-Tijani, hal.: 49, Maktabah Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar