"Ketahuilah, bahwa tashawuf itu ialah patuh mengamalkan perintah dan menjauhi larangan lahir dan bathin sesuai dengan ridha-Nya, bukan sesuai dengan ridhamu" (Asy-Syaikh Ahmad At-Tijani, Jawahirul Ma'ani, 2 : 84)

Rabu, 16 Januari 2013

Pedoman Berthariqat

Dalam pelaksanaan dzikir thariqah, seseorang harus mempunyai sanad (ikatan) yang muttasil (bersambung) dari Muqoddam/ guru mursyidnya yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Penisbatan (pengakuan adanya hubungan) seorang murid dengan Muqoddam/guru mursyidnya hanya bisa terjadi melalui talqin dan ta’lim(belajar) dari seorang guru/Muqoddam yang telah memperoleh izin untuk memberikan ijazah yang sah yang bersandar sampai kepada Guru Mursyid Shohibut Thariqah, yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. 
Karena dzikir tidak akan memberikan FAEDAH YANG SEMPURNA kecuali melalui talqin dan izin dari seorang guru mursyid/Muqoddam. Bahkan mayoritas ulama thariqah menjadikan talqin dzikir ini sebagai salah satu syarat dalam berthariqah. Karena sirr(rahasia) dalam thariqah sesungguhnya adalah keterikatan antara satu hati dengan hati yang lainnya sampai kepada Rasulullah SAW, yang bersambung sampai ke hadirat Yang Maha Haqq, Allah Azza wa jalla.
Dan seseorang yang telah memperoleh talqin dzikir yang juga lazim disebut dengan bai’at dari seorang guru mursyid/Muqoddam, berarti dia telah masuk silsilahnya para kekasih Allah yang agung. Jadi jika seseorang berbai’at Thariqah berarti dia telah berusaha untuk turut menjalankan perkara yang telah dijalankan oleh mereka.
Perumpamaan orang yang berdzikir yang telah ditalqin/dibai’at oleh guru mursyid/Muqoddam itu seperti lingkaran rantai yang saling bergandengan hingga induknya, yaitu Rasulullah SAW. Jadi kalau induknya ditarik maka semua lingkaran yang terangkai akan ikut tertarik kemanapun arah tarikannya itu. Dan silsilah para wali sampai kepada Rasulullah SAW itu bagaikan sebuah rangkaian lingkaran-lingkaran anak rantai yang saling berhubungan.
Berbeda dengan orang yang berdzikir yang belum bertalqin/berbai’at kepada seorang Muqoddam/guru mursyid, ibarat anak rantai yang terlepas dari rangkaiannya. Seumpama induk rantai itu ditarik, maka ia tidak akan ikut tertarik. 
Maka kita semua perlu bersyukur karena telah diberi ghirah (semangat) dan kemauan untuk berbai’at kepada seorang guru mursyid/Muqoddam. Tinggal kewajiban kita untuk beristiqomah menjalaninya serta senantiasa menjaga dan menjalankan syari’at dengan sungguh-sungguh. Dan hendaknya juga dapat istiqomah didalam murabithah (merekatkan hubungan) dengan guru mursyid/Muqoddam kita masing-masing.
Syarat Thariqah
  1. Sanad-nya silsilahnya muktabaroh, artinya tidak putus shahih sampai kepada Baginda Nabi SAW.Ath-Thoriqotil-Baidlo’ yakni Thariqah yang bersih yang muttasil sanadnya sampai Rosulillah SAW
  2. Bay’at, melalui Muqoddam/guru mursyid yang memiliki otoritas dari Muqoddam/guru mursyidnya diatasnya sambung menyambung sampai kepada Baginda Nabi SAW.
  3. Tidak didapat melalui mimpi.
  4. Adanya khirqah atau ilbas yang dimiliki oleh Muqoddam/Mursyid tersebut. (ini yang sangat kuat menunjukkan otoritasnya) karena ia memiliki khirqah yang maknanya sesuatu peninggalan dari Baginda Nabi SAW atau dari Imam Thariqahnya, yang diberikan secara turun menurun dari setiap guru mursyid/Muqoddam terdahulu sampai kepada sang Muqoddam/mursyid guru kita sekarang tersebut yang mana bukti otentik khirqah/ilbas tersebut diketahui oleh banyak saksinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar