Apa arti tawasul dengan walinya Allah? Tawasul dengan walinya
Allah SWT artinya menjadikan para kekasih Allah sebagai perantara menuju
kepada Allah SWT.dalam mencapai hajat, karena kedudukan dan kehormatan
di sisi Allah yang mereka miliki, disertai keyakinan bahwa mereka adalah
hamba dan makhluk Allah SWT.yang dijadikan oleh-Nya sebagai lambing
kebaikan, barokah, dan pembuka kunci rahmat. Pada hakekatnya, orang yang
bertawasul itu tidak meminta hajatnya dikabulkan kecuali kepada Allah
SWT dan tetap berkeyakinan bahwa Allah-lah yang maha memberi dan Maha
Menolak. Bukan yang lain-Nya. Ia menuju kepada Allah SWT.dan orang-orang
yang dicintai Allah SWT, karana mereka lebih dekat kepada-Nya, dan Dia
menerima doa mereka dan syafaatnya karena kecintaan-Nya. Allah
SWT,mencintai orang-orang yang baik dan orang-orang yang bertaqwa. Dalam
hadits qudsi disebutkan: ولا يزال عبدي يتقرّب إليّ بالنوافل حتى أحبه
فإذا أحببته كنت سمعه الذى سمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبطش بها
ورجله الذى يمشى بها ولئن سألني لأعطيته ولئن استعاذني لأعيذنه Hambaku
tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah
sunah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku
pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang ia
melihat dengannya, tangannya, dan penglihatanny yang ia melihat
dengannya, kakinya yang ia berjalan dengannya. Apabila ia memohon
kepada-Ku, maka aku berinya, dan jia meminta perlindungan, maka Aku
berinya perlindungan." (HR. Imam al-Bukhori). Apa hukum tawasul dengan
orang-orang yang dikasihi oleh Allah? Tawasul dengan orang-orang yang
dicintai Allah, seperti nabi-nabi dan orang-orang yang shalih itu boleh,
berdasarkan ijma' ulama' kaum muslimin. Bahkan ia merupakan cara
orang-orang mukmin yang diridloi. Tawasul itu telah dikenal sejak zaman
dahulu dan sekarang. Bagaimana halnya dengan orang yang beranggapan
bahwa tawasul itu adalah syirik dan kufur, serta pelakunya adalah
musyrik dan kafir? Tidak dapat diteladani orang yang nyleneh dan
berpisah dari jama'ah yang beranggapan bahwatawasul adalah perbuatan
syirik atau haram, lalu menghukumi musyrik orang-orang yang bertawasul.
Ini jelas tidak benar dan batil, sebab anggapan seperti ini akan
menimbulkan penilaian, bahwa sebagian umat Islam telah membuat
kesepakatan (ijma') atas perkara yang haram atau kemusyrikan. Hal
demikian adalah mustahil, karena umat Muhammad ini telah mendapat
jaminan tidak bakal membuat kesepakatan atas perbuatan sesat,
berdasarkan hadits-hadits Rasulullah SAW.seperti hadits: سألت ربي أن
لايجمع أمتي على ضلالة فأعطانيها "Saya memohon kapada Tuhanku Allah,
untuk tidak menghimpunkan umatku atas perkara sesat, dan Dia mengabulkan
permohonanku itu." (HR. Ahmad dan at-Thabrani). لايجمع الله أمتي على
ضلالة أبدا "Allah tidak menghimpunkan umatku untuk bersepakat atas
perkara sesat selama-lamanya."(HR.Imam al-Hakim). ما رآه المسلمون حسنا
فهوعهند الله حسن "Apa yang diyakini baik oleh orang-orang islam, maka
menurut Allah juga baik." Apakah ada dalil al-qur'an tentang tawasul?
Ya, ada. Adapun ayat al-Qur'an yang menunjukkan dibolehkan tawasul
adalah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya." (QS. Al-Maidah: 35)
Ini adalah permintaan dari Allah, agar kita mencari wasilah (perantara),
yaitu segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai sebab
untuk mendekatkan kepada-Nya dan sampai pada terpenuhinya hajat
dari-Nya. Apakah tawasul itu terbatas pada amal perbuatan saja, tidak
pada benda (Dzat)? Tidak, karena ayat Al-Qur'an tersebut umum (‘amm)
meliputi amal-amal perbuatan baik dan orang-orang shalih, yakni
dzat-dzat yang mulia, seperti Nabi SAW.dan wali-wali Allah yang
bertaqwa. Adapun orang yang berpendapat boleh tawasul dengan amal
perbuatan saja, sedangkan tawasul dengan dzat-dzat tidak boleh, dan ia
membatasi maksud ayat pada pengertian pertama (tawasul dengan amal
perbuatan), maka pendapat ini tidak berdsar, sebab ayat tersebut adalah
mutlak. Bahkan membawa ayat kepada pengertian kedua (tawasul dengan
dzat) itu lebih mendekati, sebab Allah dalam ayat ini memerintahkan
taqwa dan mencari wasilah, sedang arti taqwa adalah mengerjakan perintah
dan menjauhi larangan. Apabila kata "Ibtighoul wasilah" (mencari
wasilah) kita artikan dengan amal-amal sholeh, berarti perintah dalam
mencari wasilah hanya sekedar pengulangan dan pengukuhan. Tetapi jika
lafad "al-Wasilah" ditafsirkan dzat-dzat yang ulia, maka ia berarti yang
asal, dan akna inilah yang lebih diutamakan dan lebih didahulukan.
Disamping itu apabila tawasul itu boleh dengan amal-amal perbuatan baik,
padahal amal-amal perbuatan merupakan sifat yang diciptakan, maka
dzat-dzat yang diridloi oleh Allahlebih berhak dibolehkan, mengingat
ketinggian tingkat ketaatan, keyakinan dan ma'rifat dzat-dzat itu kepada
Allah SWT, allah SWT.berfirman: (QS. An-Nisa' : 64). Ayat ini dengan
jelas menerangkan dijadikannya RAsulullah sebagai wasilah kepada Allah
SWT. Firman Allah "Jaa-uuka" (mereka dating kepadamu) dan "Wastaghfaro
lahumurrosuulu"(dan Rasul memohokan ampun untuk mereka). Andaikata tidak
demikian, maka apa kalimat"Jaa-uuka". Apakah tawasul itu dibolehkan
secara umum, baik dengan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang
mati? Ya, dibolehkan secara umum, karena ayat tersebut juga umum ('amm),
ketika beliau masih hidup di dunia dan sesudah beliau wafat. Telah
dipastikan, bahwa para nabi dan para wali itu hidup dalam kubur mereka,
dan arwah mereka di sisi Allah SWT. Barangsiapa tawasul dengan mereka
dan menghadap kepada mereka, maka mereka menghadap kepada Allah dalam
rangka tercapainya permintaannya. Dengan demikian, maka yang dimintai
adalah Allah. Dia-lah yang berbuat dan yang mencipta, bukan lain-Nya.
Sesunggguhnya kami golongan ahlussunnah wal jama'ah tidak meyakini
adanya kekuasaan, penciptaan, manfaat, dan mudhorot kecuali milik Allah
Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Para Nabi dan para wali tidak
memiliki kekuasaan apapun. Mereka hanya diambil berkah dan dimintai
bantuan karena kedudukan mereka, sebab mereka adalah orang-orang yang
dicintai Allah, karena merekalah Allah memberi rahmat kepada
hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara mereka yang
masih hidup atau mereka yang sudah meninggal dunia. Yang kuasa berbuat
dalam dua kondisi tersebut hakekatnya adalah Allah, bukan mereaka yang
hidup atau yang mati. Adapun orang-orang yang masih hidup dan
orang-orang yang telah meninggal, sepertinya mereka itu berkeyakinan
bahwa orang-orang yang masih hidup memiliki kemampuan memberi pengaruh
kepada orang lain sedangkan orang yang telah meninggal tidak. Keyakinan
seperti ini batil, sebab Allah-lah pencipta segala sesuatu. Apa tawasul
dengan orang-orang yang telah meninggal itu diperbolehkan? Dalilnya
sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya jikalau mereka ketika Menganiaya
dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS.An-Nisa' :64). Ayat di atas
adalah umum ('amm) mencakup pengertian ketika beliau masih hidup dan
ketika sesudah wafat dan berpindahnya ke alambarzakh. Imam ibnu
Al-Qoyyim dalam kitabZadul ma'ad menyebutkan: عن أبي سعيد الخضريّ قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم ما خرج رجل من بيته إلى الصلاة فقال
اللّهم إنّي أسألك بحقّ السائلين عليك وبحقّ ممساي هذا إليك فإني لم أخرج
بطرا ولا أشرا ولا رياءا ولا سمعة وإنما خرجت اتّقاء سخطك وابتغاء مرضاتك
وأسألك أن تنقذني من النّار وأن تغفر لي ذنوبي فإنه لايغفر الذنوب إلاّ أنت
إلاّ وكّل الله به سبعين ألف ملك يستغفرون له وأقبل الله عليه بوجهه حتّى
يقضي صلاته. "Dari Abu Sa'id al-Khudry, ia berkata, Rasulullah
SAW.bersabda: "seseorang dari rumahnya hendak sholat dan membaca do'a:
اللّهم إنّي أسألك بحقّ السائلين عليك وبحقّ ممساي هذا إليك فإني لم أخرج
بطرا ولا أشرا ولا رياءا ولا سمعة وإنما خرجت اتّقاء سخطك وابتغاء مرضاتك
وأسألك أن تنقذني من النّار وأن تغفر لي ذنوبي فإنه لايغفر الذنوب إلاّ أنت
Kecuali Allah menugaskan 70.000 malaikat agar memohokan ampun untk oran
tersebut, dan Allah menatap orang itu hingga selesai sholat". (HR. Ibnu
Majjah). Dari Imam al-Baihaqi, Ibnu As-Sunni dan al-Hafidz Abu Nu'aim
meriwayatkan bahwa do'a Rasulullah ketika hendak keluar menunaikan
shalat adalah: اللّهم إنّي أسألك بحقّ السائلين....إلخ Para ulama;
berkata, "ini adalah tawasul yang jelas dengan semua hamba beriman yang
hidup atau yang telah mati. Rasulullah mengajarkan kepada sahabat dan
memerintahkan mebaca do'a ini. Dansemua orang salaf dan sekarang selalu
berdo'a dengan do'a ini ketika hendak pegi sholat." Abu Nu'aimah dalam
kitab al-Ma'rifah, at-Tabrani dan Ibnu Majjah mentakhrij hadits: عن أنس
بن مالك رضي الله عنه قال لمّا ماتت فاطمة بنت أسد أم علي بن ابي طالب رضي
الله عنهما -وذكر الحديث- وفيه: أنه صلى الله عليه وسلم اضطجع في قبرها
وقال: الله الذى يحي ويميت وهو حيّ لايموت اغفر لأمّي فاطمة بنت أسد ولقنها
حجتها ووسّع مدخلها بحقّ نبيّك والأنبياء والمرسلين قبلي فإنك أرحم
الراحمين Dari Anas bin Malik ra, ia berkata, "ketika Fatimah binti Asad
ibunda Ali bin Abi Thalib ra meninggal, maka sesungguhnya Nabi SAW
berbaring diatas kuburannya dan bersabda: "Allah adalah Dzat yang
Menghidupkan dan mematikan. Dia adalah Maha Hidup, tidak mati. Ampunilah
ibuku Fatimah binti Asad, ajarilah hujjah (jawaban) pertanyaan kubur
dan lapangkanlah kuburannya dengan hak Nabi-Mu dan nabi-nabi serta para
rasul sebelumku, sesungguhnya Engkau Maha Penyayang." Maka hendaklah
diperhatikan sabda beliau yang berbunyi: بحقّ الأنبياء قبلي "Dengan hak
para nabi sebelumku". Jika tawasul dengan orang-orang yang telah mati
itu boleh, mengapa kholifah Umar din al-Khottob tawasul dengan al-Abbas,
tidak dengan Nabi SAW? Para ulama' telah menjelaskan hal ini juga,
mereka berkata: "Adapun tawasul Umar bin al-Khottob dengan al-Abbas ra
bukanlah dalil larangan tawasul dengan orang yang telah meninggal dunia.
Tawasul Umar bin al-Khottob dengan al-Abbas tidak dengan Nabi SAW itu
untuk menjelaskan kepada orang-orang bahwa tawasul dengan selain itu
boleh, tidak berdosa. Tentang mengapa dengan al-Abbas bukan dengan
sahabat-sahabat lain, adalah untuk memperlihatkan kemuliaan ahli bait
Rasulullah SAW. Apa dalilnya? Dalilnya adalah perbuatan para sahabat.
Mereka selalu dan terbiasa bertawasul dengan rasulullah SAW setelah
beliau wafat. Seperti yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dan Ibnu abi
Syaibah dengan sanad yang shohih: "Sesungguhnya orang-orang pada masa
kholifah Umaar banal-Khottob ra tertimpa paceklik karena kekurangan
hujan. Kemudian Bilal bin al-Harits ra dating ke kuburan Rasulullah SAW
dan berkata: "Ya rasulullah, mintakanlah hujjah untuk umatmu karena
mereka telah binasa." Kemudian ketika Bilal tidur didatangi oleh
Rasulullah SAW dan berkata: datanglah kepada Umar dan sampaikan salamku
kepadanya dan beritahukan kepada mereka, bahwa mereka akan dituruni
hujan. Bilal lalu dating kepada kholifah Umara dan menyampaikan berita
tersebut. Umar menangis dan orang-orang dituruni hujan." Di mana letak
penggunaan dalil hadits tersebut?Letak penggunaan dalil dr hadits
tersebut adalah perbuatan Bilal bin Al-Harits, seorang sahabat Nabi SAW
yang tidak diprotes oleh kholifah Umar maupun sahabat-sahabat Nabi
lainnya. Imam ad-Darimi juga mentakhrij sebuah hadits: إن أهل المدينة
قحطوا قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة رضي الله عنها فقالت انظروا إلى قبر
النبيّ صلى الله عليه وسلّم فاجعلوا منه كوى إلى السماء حتى يكون بيبه وبين
السماء سقف ففعلوا فمطروا مطرا شديدا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتي تفتقن
فيسمّى عام الفتقة "Sesungguhnya penduduk Madinah mengalami paceklik
yang amat parah, karena langka hujan. Mereka mengadu kepada Aisyah ra
dan ia berkata: "lihatlah kamu semua ke kuburan Nabi SAW lalu buatlah
lubang terbuka yang mengarah ke arah langit, sehingga antara kuburan
beliau dan langit tidak ada atap yang menghalanginya. Meeka melaksanakan
perintah Aisyah, kemudian mereka dituruni hujan yang sangat deras,
hingga rumput-rumput tumbuh dan unta menjadi gemuk." Ringkasnya, tawasul
itu dibolehkan, baik dengan amal perbuatan yang baik maupun dengan
hamba-hamba Allah yang soleh, baik yang masih hidup atau yang sudah
meninggal dunia. Bahkan tawasul itu telah berlaku sebelum Nabi Muhammad
diciptakan. Apa dalil bahwa tawasul terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW
diciptakan? Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin
al-Khottob: "Ketika Nabi Adam terpeleset melakukan kesalahan, maka
berkata, "Hai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad, Engkau
pasti mengampuni kesalahanku." Allah berfirman: "Bagaimana kamu
mengetahui Muhammad, padahal belum Aku ciptakan?" Nabi Adam berkata:
"Hai Tuhanku, karena Engkau ketika menciptakanku dengan tangan
kekuasaan-MU, aku mengangkat kepalaku kemudian aku melihat ke atas
tiang-tiang arsy tertulis La ilaaha illa Allah. Kemudian aku mengerti,
sesungguhnya Engkau tidak menyandarkan ke nama-MU, kecuali makhluk yang
paling Engkau cintai." Kemudian Allah berfirman: "Benar engkau hai adam.
Muhammad adalah makhluk yang paing Aku cintai. Apabila kamu memohon
kepada-Ku dengan hak Muhammad, maka Aku mengampunimu, dan andaikata
tidak karena Muhammad maka Aku tidak menciptakanmu."(HR. al-Hakim,
at-Thobroni dan al-Baihaqi). Nabi Adam as adalah orang yang mula-mula
tawasul dengan Nabi Muhammad SAW. Imam Malik telah memberi anjuran
tawasulkepada Khalifah al-Mansur, yaitu ketika ia ditanya oleh kholifah
yang sedang berada di masjid Nabawi: Saya sebaiknya menghadap kiblat dan
berdo'a atau menghadap Nabi SAW?" Imam Malik berkata kepada kholifah,
"Mengapa engkau memalingkan wajahmu dari beliau, padahal beliau adalah
wasilahmu dan wasilah bapakku Nabi Adam as.kepada Allah SWT.
Menghadaplah kepada beliau dan mohonlah pertolongan dengannya, Allah
akan memberinya pertolongan dalam apa yang engkau minta." Allah
befirman: "Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.(QS.An-Nisa' :64). Keterangan ini disebutkan oleh
al-Qodli ‘Iyadl dalam kitab as-Syifa'. Bagaimana cara tawasul? Para
ulama telah menerangkan, bahwa tawasul dengan dzat-dzat yang mulia,
seperti Nabi SAW, para Nabi dan hamba-hamba Allah itu ada tiga macam,
yaitu: Memohon (berdoa) kepada Allah SWT.dengan meminta bantuan mereka.
Contoh: اللهم إني أسألك بنبيك محمد أو بحقه عليك أو أتوجّه به إليك في
كذا.... "Ya Allah, saya memohon kepada-Mu melalui Nabi-Mu Muhammad atau
dengan hak beliau atas Kamu atau supaya saya menghadap kepada-Mu dengan
Nabi SAW untuk..." Meminta kepada orang yang dijadikan wasilah agar ia
memohon kepada Allah untuknya agar terpenuhi hajat-hajatnya seperti: يا
رسول الله، ادع الله تعالى أن يستقينا أو... "Ya Rasulullah, mohonkanlah
kepada Allah SWT agar Dia menurunkan hujan atau..." Meminta sesuatu yang
dibutuhkan kepada orang yang dijadikan wasilah, dan meyakininya hanya
sebagai sebab Allah memenuhi permintaannya karena pertolongan orang yng
dijadikan wasilah dank arena doanya pula. Cara ketiga ini sebenarnya
sama dengan cara kedua. Tiga macam cara tawasul ini semua berdasarkan
nash-nash yang shahih dan dalil-dalil yang jelas. Apa dalil tawasul
dengan cara yang pertama? Dalil tawasul dengan cara yang pertama adalah
hadits-hadits Nabi SAW antara lain: "Dari Autsman bin Hunaif ra:
Sesungguhnya seorang laki-laki tuna netra datang kepada Nabi SAW dan
berkata, "Ya Rasululah, berdo'alah kepada Allah agar menyembuhkan saya."
Beliau bersabda, "Jika engkau mau, berdoalah. Dan jika engkau mau
bersabarlah (dengan kebutaan) karena hal itu (sabar) lebih baik untuk
kamu." Laki-laki itu berkata: "berdo'alah untuk saya, karena mataku
benar-benar benar-benar memberatkan (merepotkan)ku." Kemudian Nabi SAW
memerintahkan si laki-laki itu agar berwudlu, shalat dua rakaat, lalu
berdoa seperti doa dalam hadits yang arti doa itu adalah: "Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui
Nabi-Mu Muhammad, nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku
melalui kamu menghadap kepada Tuhanku dalam urusan hajatku ini, agar
hajat itu dikabulkan kepadaku. Ya Allah, tolonglah beliau dalam
urusanku." Si laki-laki itu melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah
SAW kemudian pulang dalam keadaan dapat melihat." Renungkanlah bagaimana
Nabi SAW tidak berdoa sendiri untuk kesembuhan mata si tuna netra,
tetapi beliau mengajarkan kepadanya cara berdoa dan menghadap kepada
Allah melalui kedudukan diri beliau dan memohon kepada Allah agar
meminta bantuan dengan beliau. Dalam hal ini, ada dalil yang jelas
tentang kesunahan tawasul dan meminta bantuan dengan dzat Nabi Muhammad
SAW. Ajaran tawasul dalam doa yang disebutkan pada hadits tersebut tidak
khusus untuk laki-laki tuna netra itu saja, tetapi umum untuk umatnya
seluruhnya, baik semasa beliau masih hidup atau sesudah wafat. Pemahaman
rawi dalam menghadapi hadits itu dapat dijadikan hujjahsebagaimana
diuraikan dalam ilmu ushul. Apa dalil tawasul dengan cara kedua?
Dalilnya banyak, diantaranya: "Dari Anas ra.ia berkata: Ketika Nabi SAW
berkhutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk dar
pintu masjid dan langsung menghadap kepda Nabi SAW seraya berteriak:
"Hai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan telah putus,
maka berdoalah kepada Allah supaya menghujani kami. Rasulullah SAW.lalu
mengangkat tangan dan berdo'a, "Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami
tiga kali. Anas berkata: "Demi Allah kami melihat awan di langit dan
kami hari itu dituruni hujan begitu juga hari berikutnya. Kemudian si
laki-laki itu atau orang lainnya datang dan berkata: "Ya Rasulullah
rumah-rumah ambruk dan jalan-jalan terputus. "Kemudian Beliau berdoa:
"Allah, turunkanlah hujan disekitar kita bukan diatas kita," kemudian
awan terbelah dan kami keluar berjalan di bawah sinar matahari. Di dalam
hadits yang shahih ini ada petunjuk atau dalil, bahwa setiap orang
disamping boleh berdoa (memohon) kepada Allah secara langsung, boleh
juga boleh juga mengunakan perantara orang-orang yang dicintai Allah
yang dijadikan oleh-Nya sebagai sebab terpenuhinya hajat hamba-hambanya.
Disamping itu, karena manusia ketika melihat dirinya masih berlepotan
dosa yang membuatnya jauh dari Allah yang tentu saja merasa layak
ditolak permohonannya. Sebab itu, ia menghadap kepada Allah melaui
orang-orang yang dicintai-Nya, ia memohon kepada Allah denga kedudukan
dan kemuliaan para kekasih-Nya, agar Allah mengabulkan hajatnya karena
hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya yang mereka itu tidak tahu apa-apa
kecuali ta'at kepada-Nya. Apa dalil tawasul yang ketiga? Dalilnya banyak
antara lain: Dari Rabi'ah bin Malik al-Aslami ra.ia berkata Nabi SAW
bersabda kepadaku: "Mintalah apa saja yang kamu inginkan." Saya berkata:
"Saya memohon kepada-Mu dapat bersama-Mu di surga." Beliau bersabda:
"Selain itu?" Saya berkata: "Hanya itu." Kemudian beliau bersabda:
"Bantulah saya untuk memenuhi keinginanmu dengan memperbanyak sujud."
(HR. Imam Muslim). أن قتادة نعمان أصيب بسهم في عينه عند يوم أحد فسالت
على خدّه فجاء إلى رسول الله وقال عيني يارسول الله فخيره بين الصبر وبين
أن يدعو له فاختار الدعاء فردّها عليه السلام بيده الشريفة إلى موضعها
فعادت كما كانت Sesungguhnya Qotadah bin Nu'man pada waktu perang Uhud
matanya terkena panah sampai keluar ke pipinya, lalu dating kepada Nabi
SAW dan berkata: "mataku Ya Rasulullah." Beliau memberinya pilihan
antara sabar dengan sakit pada matanya itu dan beliau berdoa untuk
kesembuhannya. Qotadah memilih agar Rasulullah menyembuhkannya melalui
doa. Kemudian beliau mengembalikan mata Qotadah ke tempatnya semula
dengan mata beliau yang mulia sehingga kembali normal seperti semula."
source : Risalah Amaliyah Nahdiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar